Jumat, September 22, 2006

KERJA BUAT TUHAN

Dalam malam terakhir Paulus dengan para penatua di Efesus, selain menguatkan dan menasihati, Paulus kembali menekankan bahwa selama melayani bersama-sama dengan mereka dia juga bekerja sama seperti mereka. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi saja melainkan juga untuk kawan-kawan seperjalanan dan orang-orang yang lemah (Kis 20:17-38). Kerja di Zaman ModernKita semua akan menganggukkan kepala bahwa saat ini bekerja adalah salah satu bagian kehidupan terpenting. Hampir sebagian terbesar waktu yang kita miliki adalah untuk bekerja. Sehingga energi, emosi dan segenap daya upaya hampir terserap habis tercurah untuk satu kata: kerja. Bahkan mungkin ada sebagian dari kita yang termasuk golongan workaholic atau penggila kerja yang bekerja hampir 25 jam sehari dan 8 hari seminggu! Dan saya juga pernah termasuk dalam golongan ini walau sebentar….Pengalaman kolektif kita paska menyelesaikan studi adalah berhadapan dengan realitas kehidupan yang serba sulit dan keras. Persaingan yang semakin kompetitif dan lapangan pekerjaan yang semakin sempit akibat kondisi perekonomian yang sangat lambat pulih semakin menegaskan betapa sulitnya memperoleh pekerjaan seperti yang kita inginkan. Memang ada sebagian kecil kita yang beruntung diterima di perusahaan besar dengan gaji besar pula. Namun sebagian terbesar kita akhirnya pasrah menerima pekerjaan yang ada demi menyambung hidup sambil terus mencari pekerjaan yang lebih baik dan dengan penghasilan yang lebih baik pula!Terutama untuk kita yang merantau di “kampung raksasa” seperti Jakarta yang keras dan kadang buas, dinamika dan perubahan sosial sangat cepat terasa. Perubahan dalam gaya hidup seperti pengaruh teknologi komunikasi, gaya berbelanja, kebutuhan hiburan dan liburan, relasi dengan tetangga dan komunitas berkumpul mempengaruhi cara pandang kita. Pluralitas dan kompleksitas kehidupan kampung Jakarta pada akhirnya juga mempengaruhi salah satu bagian terpenting hidup kita: kerja.Kerja adalah PelayananLagi-lagi kita pasti akan menganggukkan kepala bahwa kerja adalah pelayanan. Bahwa kerja adalah wujud dari kesaksian kita sebagai orang percaya. Bahwa bekerja pada dasarnya bukan lagi sekedar untuk pemenuhan diri sendiri namun untuk kemuliaan Tuhan. Bahwa bekerja adalah untuk melayani. Namun lagi-lagi kenyataan di lapangan tidak sesederhana itu. Tantangannya sering terlalu berat sehingga kita lebih sering bungkam untuk menyatakan apakah kita sedang bekerja atau “bekerja”.Waktu saya masih bekerja sebagai seorang akuntan publik saya lebih sering gamang. Kegamangan saya adalah bahwa ternyata ilmu dan keterampilan yang saya miliki termanfaatkan untuk mengakali suatu kasus atau persoalan yang bermasalah menjadi seakan-akan baik dan tidak bermasalah. Karena ketatnya persaingan bisnis maka memaksa perusahaan kami untuk lebih menuruti maunya klien sehingga saya yang dibawah juga mau tak mau turut dalam “persekutuan jahat” itu.Akumulasi dari kebiasaan kompromi-kompromi tersebut akibatnya adalah degradasi atas kecintaan kepada Tuhan dan kepedulian kepada sesama. Kebiasaan positif seperti persekutuan pribadi dan persekutuan kolektif menjadi kering dan terjauhkan. Sehingga keluhan berulang seperti: HPDT saya sudah jarang dilakukan dan si A kok beda banget waktu mahasiswa menjadi pengalaman bersama. Padahal yang seharusnya adalah bukan tekanan dan beratnya tantangan dalam pekerjaan yang melemahkan spiritualitas dan iman yang telah terbangun tapi seharusnya penggairahan spiritualitas dan persekutuan terus-menerus yang menyemangati dan menghidupkan eksistensi kita dalam pekerjaan. Spiritualitas dan persekutuan yang sejati pada akhirnya berdampak bukan hanya kepada orang lain tapi juga pada kepuasan kerja dan aktualisasi potensi sehingga kerja sebagai pelayanan lebih punya makna dan nilai.Tantangan Masa DepanBerpijak dari realitas masa kini lagi-lagi kita akan mengangguk setuju bahwa tantangan hidup masa depan akan demikian beratnya. Kebutuhan hidup semakin bertambah untuk dipenuhi sedangkan penghasilan semakin menipis dan tak pasti. Semakin banyak ketidakpastian.Kembali kepada spiritualitas sejati dan Jalan Tuhan adalah kata kuncinya. Kembali bergairah dalam persekutuan pribadi dengan Tuhan yang hidup dan bermakna dan mengasihi setiap manusia. Spiritualitas dan persekutuan yang terus tumbuh hidup akan membuat kita lebih memaknai dan mengisi setiap waktu dan kehidupan dengan berbagai hal yang lebih bermakna, meningkatkan keunggulan dan kualitas pribadi, meningkatkan disiplin, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, menghargai waktu, etos kerja keras dan selalu beryukur. Sikap-sikap positif itu pada akhirnya juga akan membuat setiap kita dimanapun juga akan menjadi pelayan yang baik, professional dan saksi Kristus yang nyata. Kawan-kawan, bahkan Paulus telah menjadikan hidupnya sebagai teladan bahwa sebagai orang percaya kerja tidak cukup kalau hanya untuk diri sendiri tapi bahkan untuk banyak orang terutama orang-orang lemah yang sudah sepatutnya ditolong dan diberdayakan. Bahwa memang pada dasarnya kita bekerja adalah untuk Dia. (bob)

Tidak ada komentar: